BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Buah-buahan apabila setelah dipanen tidak ditangani dengan
baik, akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi,
parasitik atau mikrobiologis, dimana ada yang menguntungkan dan sangat
merugikan bila tidak dapat dikendalikan yaitu timbulnya kerusakan atau
kebusukan. hal ini akan mengakibatkan tidak dapat dimanfaatkan lagi, sehingga
merupakan suatu kehilangan. Buah yang ada di Indonesia memiliki berbagai
karakteristik, akan tetapi pada dasarnya semua produk hortikultura termasuk
didalamnya adalah buah memiliki karakter yang mudah rusak (perishable). Karakter
buah ini yang menyulitkan dalam pemasaran, dikarenakan dengan mudah rusaknya
komoditas maka mutu akan mudah menurun hingga mengakibatkan penurunan harga dan
mengalami kerugian.
Penanganan
pasca panen dapat diartikan sebagai upaya sangat strategis dalam rangka
mendukung peningkatan produksi hasil panen.
Penanganan pasca panen yang baik dapat meningkatkan nilai jual dari
produk buah dan sayur.Sayuran dan buah-buahan mempunyai sifat fisik yang
berbeda. Perbedaan tingkat kematangan juga menyebabkan perbedaan sifat fisik.
Sifat fisik buah dan sayur yang sering melipputi parameter antara lain: warna,
aroma, rasa, bentuk ukuran dan kekerasan. Umumnya diamati secara
subyektif.sedangkan parameter berat ditetapkan secara obyektif menggunakan alat
timbangan.
Pengelolaan pasca panen perlu dilakukan untuk menjaga produk
agar mutunya tetap baik sampai ditangan konsumen. Ada berbagai cara dalam
pengelolaan paska panen, seperti pengemasan, penyimpanan pada suhu rendah,
pengalengan dan pelilinan. Pelilinan merupakan usaha untuk menjaga agar
komoditi lebih lama umur simpanya dengan mengoleskan atau melapisi permukaan
buah dengan lilin. Hal itu dilakukan dengan maksud untuk menjaga kualitas dan
mutu serta umur simpan buah sama dengan tujuan pengelolaan lainnya. Hingga akan
sangat membantu dalam proses penjualan hasil pertanian hotikutura terutama
buah.
Berdasarkan
hal tersebut maka dilakukanlah kegiatan praktikum pelilinan ini guna mengetahui
prosedur pengolahan pasca panen berupa pelilinan produk hortikultura khususnya
buah-buahan.
1.2
Tujuan dan Kegunaan
1.2.1 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum pelilinan ini
adalah mengetahui tujuan dari pelilinan dan membandingkan tingkat ketahanan
sampel buah yang digunakan terhadap perlakukan pelilinan yang diterapkan.
1.2.2
Kegunaan
Kegunaan dari praktikum ini
agar mahasiswa mengetahui langkah-langkah pelilinan pada suatu produk
hortikulturan terutama buah-buahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Apel
Apel
adalah jenis buah-buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon buah apel. Buah apel biasanya berwarna merah kulitnya jika masak dan (siap dimakan), namun bisa juga kulitnya berwarna hijau atau kuning. Kulit buahnya agak
lembek, daging buahnya keras. Buah ini memiliki beberapa biji di dalamnya. Orang mulai pertama kali menanam apel di Asia Tengah. Kini apel berkembang di banyak daerah di dunia yang
suhu udaranya lebih dingin. Nama ilmiah pohon apel dalam bahasa Latin ialah Malus domestica. Apel budidaya adalah
keturunan dari Malus sieversii asal Asia Tengah, dengan sebagian genom dari Malus sylvestris (apel hutan/apel liar) (Anonim1 .2014)
Dalam
Anonim1 (2014), klasifikasi apel adalah sebagai berikut :
Kingdom
:
|
Plantae
|
Divisi :
|
|
Kelas :
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Upafamili:
|
|
Bangsa:
|
Maleae
|
Genus:
|
|
Spesies:
|
M.
domestica
|
Pohon apel merupakan pohon yang kecil dan berdaun gugur, mencapai ketinggian 3 hingga 12 meter, dengan tajuk yang lebar dan biasanya sangat beranting. Daun-daunnya berbentuk lonjong dengan panjang 5 - 12 cm dan lebar 3-6
centimeter. Bunga apel mekar di musim semi, bersamaan dengan percambahan
daun. Bunganya putih dengan baur merah jambu yang berangsur pudar. Pada bunga,
terdapat lima kelopak, dan
mencapai diameter 2.5 hingga 3.5 cm. Buahnya masak pada musim gugur, dan biasanya berdiameter 5 hingga 9 centimeter. Inti
buah apel memiliki lima gynoecium yang tersusun seperti bintang lima
mata, masing-masing berisi
satu hingga tiga biji.
(Anonim1 .2014)
Ada lebih 7.500 kultivar apel yang diketahui sejauh ini di wilayah beriklim sedang dan subtropis. Kebanyakan kultivar apel ini ditanam untuk dimakan
segar, dimasak atau dijadikan cider. Kultivar apel komersial biasanya lembut tetapi renyah.
Selain itu, apel komersial memiliki kulit yang berwarna terang, tidak pirang,
mudah diangkut, dapat disimpan lama-lama, produksi tinggi, tahan penyakit,
berbentuk 'Red Delicious', dan terasa enak.
Apel modern biasanya lebih manis dari kultivar lama
karena rasa apel yang diinginkan bervariasi menurut zaman.Kultivar apel lama
biasanya berbentuk ganjil, serta memiliki berbagai tekstur dan warna. Beberapa
orang merasa bahwa apel lama lebih enak daripada kultivar modern,tetapi
mengalami masalah lain yang menjadi kurang sesuai untuk diperdagangkan,seperti
hasil produksi yang rendah, kerentanan terhadap penyakit, atau kurang tahan
lama dalam penyimpanan atau transportasi. (Anonim1 .2014)
Buah apel untuk tujuan komersial dapat disimpan selama
berbulan-bulan dalam kamar beratmosfer terkontrol untuk menunda dimulainya
proses pematangan yang teraruh oleh etilena. Buah-buah apel biasanya disimpan dalam ruangan yang
memiliki karbon dioksida yang
lebih kental dengan pengembungan udara yang tinggi untuk mencegah peningkatan
konsentrasi etilena serta memperlambat proses pematangan. Buah apel masih
melanjutkan proses pematangan meskipun telah dipetik. Untuk penyimpanan dalam rumah, kebanyakan jenis apel
dapat disimpan selama sekitar dua minggu bila disimpan di bagian paling dingin
dalam kulkas (yaitu di bawah 5° C). Ada juga kultivar apel yang lebih tahan
lama, seperti Granny Smith dan Fuji. (Anonim1 .2014)
Apel dapat dikalengkan atau dibuat jus. Buah apel
digiling untuk memproduksi sider (non-alkohol dan manis), dan disaring untuk dibuat jus.
Apel juga difermentasi untuk menghasilkan siderkin, dan cuka.
Melalui distilasi, berbagai minuman beralkohol dapat dibuat, seperti applejack, Calvados, dan wine apel. Pektin dan minyak biji apel juga dapat dibuat (Anonim1 .2014)
2.2 Deskripsi Pisang
Pisang merupakan
komoditas unggulan yang memiliki kontribusi besar terhadap produksi buah-buahan
nasional. Selain memiliki potensi yang besar dalam menunjang peningkatan
pendapatan masyarakat petani, pisang juga merupakan bahan baku industri olahan
(untuk chip, keripik, puree, tepung) dan komoditas yang potensial untuk
meningkatkan ekspor buah. Namun sayangnya potensi tersebut selama ini masih
hanya menjadi keunggulan komparatif dan belum mampu dikembangkan sebagai
keunggulan kompetitif (Fitrayanti,2011).
Pisang adalah nama umum yang diberikan
pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang
dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya menghasilkan
buah konsumsi yang dinamakan sama. Buah
ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari,
yang disebut sisir (Fitrayanti,2011).
Hampir semua buah pisang memiliki
kulit berwarna kuning
ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, hijau, ungu,
atau bahkan hampir hitam. Buah pisang sebagai bahan pangan merupakan sumber
energi (karbohidrat) dan
mineral, terutama kalium.Pusat
keragaman utama pisang terletak di daerah Malesia (Asia Tenggara, Papua dan Australia
tropika). Pusat keragaman minor juga terdapat di Afrika tropis (Fitrayanti,2011).
Tumbuhan ini menyukai iklim tropis
panas dan lembap, terutama di dataran rendah. Di daerah dengan hujan merata
sepanjang tahun, produksi pisang dapat berlangsung tanpa mengenal musim. Indonesia, Kepulauan Pasifik,
negara-negara Amerika Tengah, dan Brasil dikenal sebagai negara utama
pengekspor pisang. Masyarakat di negara-negara Afrika dan Amerika Latin
dikenal sangat tinggi mengonsumsi pisang setiap tahunnya. (Anonim2 , 2014).
Pisang budidaya pada masa sekarang
dianggap merupakan keturunan dari Musa
acuminata yang diploid dan tumbuh
liar. Genom yang disumbangkan diberi simbol A. Persilangan alami dengan Musa
balbisiana memasukkan genom baru,
disebut B, dan menyebabkan bervariasinya jenis-jenis pisang Anonim2 , 2014).
Pisang secara tradisional tidak dibudidayakan secara intensif. Hanya
sedikit yang dibudidayakan secara intensif dan besar-besaran dalam perkebunan
monokultur, seperti 'Gros Michel' dan 'Cavendish'. Jenis-jenis lain biasanya
ditanam berkelompok di pekarangan, tepi-tepi lahan tanaman lain, serta tepi
sungai. Berdasarkan cara konsumsi buahnya, pisang dikelompokkan dalam dua golongan,
yaitu pisang meja (dessert banana) dan pisang olah (plantain, cooking
banana). Pisang meja dikonsumsi dalam bentuk segar setelah buah matang,
seperti pisang ambon, susu, raja, seribu, dan sunripe. Pisang olahan
dikonsumsi setelah digoreng, direbus, dibakar, atau dikolak, seperti pisang kepok,
siam, kapas, tanduk, dan uli. (Anonim2 , 2014).
2.3 Pelilinan
Produk buah-buhan dan
sayur-sayuran sesudah dipanen mengalami proses hidup meliputi perubahan
fisiologis, enzimatis, dan kimiawi. Perubahan fisiologis yang dapat
mempengaruhi sifat dan kualitas produk setelah dipanen adalah fotosintesa,
respirasi, tranpirasi dan proses menuanya produk setelah dipanen. Proses-proses
tersebut menyebabkan perubahan-perubahan kandungan berbagai macam zat dalam
produk, ditandai dengan perubahan warna, tekstur, rasa dan bau.
Mutu produk pangan akan
mengalami perubahan (penurunan) selama proses penyimpanan. Umur simpan produk
pangan dapat diperpanjang apabila diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
masa simpan produk. Upaya memperpanjang masa simpan dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu meningkatkan nilai mutu dan memperlambat laju penurunan
mutu ( Anonim2 , 2014).
Pengolahan produk pangan,
selain dapat memperpanjang umur simpan juga mempengaruhi komponen yang
terkandung dalam produk pangan tersebut. Beberapa proses penanganan produk
pangan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan mutu adalah perlakuan panas
tinggi, pembekuan, pengemasan, pencampuran, sertapemompaan (Anis,2009).
Pelapisan lilin
merupakan usaha penundaan kematangan yang bertujuan untuk memperpanjang umur
simpan produk hortikultura. Pemberian lapisan lilin ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditas akibat
penguapan (Anis,2009).
Sehingga dapat
memperlambat kelayuan karena lapisan lilin menutupi sebagian stomata
(pori-pori) buah-buahan dan sayur-sayuran, mengatur kebutuhan oksigen untuk
respirasi sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat
proses respirasi, dan menutupi luka-luka goresan kecil pada buah. Pelapisan
lilin dapat menekankan respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari
buah-buahan dan sayur-sayuran segar karena dapat mengurangi keaktifan
enzim-enzim pernafasan sehingga dapat menunda proses pematangan. Keuntungan
lainnya yang diberikan lapisan lilin ini pada buah adalah dapat memberikan
penampilan yang lebih menarik (Fitrayanti, 2011)
Pelilinan selain untuk memperbaiki penampilan kulit buah,
pelilinan bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, mencegah susut bobot buah,
menutup luka atau goresan kecil, mencegah timbulnya jamur, mencegah busuk dan
mempertahankan warna (Fitrayanti, 2011)
Lilin (wax) yang digunakan untuk pelapisan harus memenuhi
beberapa persyaratan yaitu: tidak mempengaruhi bau dan rasa buah, cepat kering,
tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tipis, tidak mengandung
racun, harga murah dan mudah diperoleh. Biasanya, buah tersebut dilapisi dengan
sejenis lilin ini akan menghambat penguapan saat proses pembusukan buah.
Lapisan lilin biasanya ditemui pada buah impor seperti jeruk, apel, pear,
mangga (Anis 2009).
Perawatan lilin menunjukkan lilin yang memperlambat
pelunakan buah proses serta degradasi pektin. Pengobatan lilin secara
signifikan dapat menurunkan intern pencoklatan dan gejala sifat tepung daging
nanas buah-buahan. Perawatan dengan lilin juga menghasilkan perubahan dalam
penurunan berat. Penurunan berat Buah terutama terkait dengan respirasi dan
penguapan kelembaban melalui kulit. Lilin bertindak sebagai hambatan, sehingga
membatasi perpindahan air dan melindungi kulit buah dari luka pada kulit
(Anis,2009).
Pelapisan lilin dapat menggunakan lapisan yang harus memenuhi syarat
sebagai pelapis sehingga tidak membahayakan konsumen. Pelapisan lilin selain
berfungsi sebagai penekan laju respirasi buah juga dapat mencegah buah
terserang oleh mikroorganis yang dapat menurunkan kualitas buah. Salah satu
pelapis yang tidak berbahaya adalah penggunaan edible film. Edibble film
merupakan lapisan tipis yang dapat menyatu dengan bahan pangan, layak dimakan
dan dapat diurai oleh mikroorganisme Edible film dibentuk
sebagai coating pada permukaan bahan makanan atau bagian bahan yang berbeda Aw (Rachmawati,2010).
Sebab lain dari kemunduran kualitas produk hortikultura adalah laju transpirasi
yang ada didalam buah. Transpirasi merupakan salah satu proses
utama penyebab penurunan mutu produk yang mengganggu nilai komersial serta
fisiologis buah. Akibat
trasnpirasi yang terjadi akan menyebabkan tampilan buah akan sedikit pucat,
cita rasa dan menurunkan bobot buah sehingga dapat juga menurunkan kualitas
buah tersebut. Proses transpirasi disebabkan oleh buah yang kehilangan banyak
air akibat pemercepatan proses metabolisme didalam buah sehingga buah akan
mudah dan cepat rusak.
Pelilinan juga dapat menghambat laju transpirasi yang ada didalam buah
karena menutupi sebagian besar pori-pori pada permukaan buah. Ketika buah
dipetik dari pohonnya maka proses suplai cadangan makanan yang ditranslokasikan
dalam buah akan terhambat sehingga dalam mempertahankan diri buah akan
menggunakan cadangan makanan pada daging buah untuk proses perkecambahan benih
sehingga jika lapisan daging buahnya telah habis maka benih akan tumbuh menjadi
tanaman karena ketika kita memeti buah adalah mengambil kehidupan.
(Rachmawati,2010).
Pada penanganan pasca panen dilakukan cara pencucian agar buah yang
diperoleh tidak terkontaminasi oleh mikroba yang ada di lingkungan buah.
Pencucian akan berpengaruh pada hilangnya lapisan lilin pada permukaan buah
sehingga dapat memacu buah untuk melakukan proses metabolisme didalam buah.
Pencucian dilakukan
dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran serta residu pestisida (insektisida
atau fungisida). Namun demikian, pencucian tersebut tidak dilakukan terhadap
sayuran yang teksturnya lunak dan mudah lecet/rusak. Secara tradisional
pencucian ini menggunakan air namun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik
disarankan penambahan klorin ke dalam air pencucian agar mikroba dapat
dihilangkan dengan lebih efektif
(Samad, 2006).
Pelilinan tradisional
dilakukan dengan menggunakan minyak biji kapas atau minyak kacang, namun
sekarang jarang digunakan. Yang umum digunakan adalah menggunakan emulsi lilin.
Lilin (wax) merupakan ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol
monohidrat berantai panjang atau sterol. Lilin yang digunakan untuk pelapisan
harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu: tidak mempengaruhi bau dan rasa
buah, cepat kering, tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin,
tipis, tidak mengandung racun, harga murah dan mudah diperoleh. (Pangestuti,
2004)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum pelilinan ini dilaksanakan pada
hari Senin tanggal 24 Maret 2014 pukul 13.00 – 15.00 WITA di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
Makassar, Sulawesi Selatan.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu timbangan, sendok,
pinset, kompor listrik, gelas ukur,alat tulis, dan label.
3.2.2
Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu buah apel, pisang, air,
lilin edible, dan plastic wrapping.
3.3 Prosedur Pengamatan
Adapun
prosedur pengamatan dari kegiatan
praktikum ini meliputi :
1.
Menyiapkan alat dan bahan
2.
Menimbang berat awal masing-masing bahan
3.
Mencuci buah yang akan digunakan
4.
Mengisi gelas ukur dengan air
5.
Memanaskan air hingga mendidih
6.
Menghancurkan lilin yang akan digunakan.
7.
Memasukkan lilin ke dalam gelas ukur berisi
air yang mendidih sambil diaduk. Kompor dimatikan
8.
Memasukkan buah pada larutan yang telah siap, sesuai dengan
perlakuan.
-
Perlakuan 1. Control
-
Perlakuan 2. Wrapping + waxing
-
Perlakuan 3. Waxing
-
Perlakuan 4. wrapping
9.
Melakukan pengamatan awal kondisi
masing-masing buah dan masing-masing perlakuan dengan beberapa parameter.
10. Meletakkan
semua sampel buah pada kondisi suhu ruang. Pengamatan dilakukan 2 hari sekali
selama seminggu dengan menimbang bobot masing-masing buah dan mengamati
beberapa parameter yang ditentukan.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Pengamatan tiap perlakuan
Komoditi
|
Perlakuan
|
Bobot
|
Kondisi Komoditi
|
|
2
|
Apel
|
Kontrol
|
50 gr
|
Tekstur buah keras, aroma apel segar.
|
Lilin
|
50 gr
|
Tekstur buah keras, aroma apel segar.
|
||
Wrapping plastic
|
50 gr
|
Tekstur buah keras, mulai berbau busuk.
|
||
Lilin + Wrapping
|
60 gr
|
Tekstur buah keras.
|
||
Pisang
|
Kontrol
|
40 gr
|
Tekstur buah cukup keras, mulai berbau busuk yang menyengat
|
|
Lilin
|
60 gr
|
Tekstur buah lembek, mulai berbau busuk, dan warna kulit buah menjadi
hitam
|
||
Wrapping plastic
|
30 gr
|
Tekstur buah cukup keras
|
||
Lilin + Wrapping
|
40 gr
|
Tekstur buah cukup keras, mulai berbau busuk, setengah bagian dari
kulitnya berwarna hitam
|
Sumber : Data primer setelah di olah , 2014
4.1
Pembahasan
Pada praktikum ini, ada 4
perlakukan yang digunakan, yaitu control, lilin, wrapping plastic, dan yang
terakhir lilin + wrapping. Hail ini dilakukan untuk melihat lebih lanjut daya
tahan dari buah yang digunakan pada masing-masing perlakukan. Adapun buah yang
digunakan yakni buah apel dan buah pisang.
Masing-masing buah ini
dicelupkan di dalam larutan lilin yang telah dihomogenkan pada air yang telah
dipanaskan.Hal ini sesuai dengan pendapat Anis (2009) yang menyatakan bahwa Aplikasi
pelilinan pada buah-buahan dapat dengan cara pencelupan, penyemprotan dan
pembusaan.Waxing atau pelilinan biasanya dilakukan untuk memperpanjang daya
simpan buah-buahan.Selain dapat memperpanjang masa simpan buah, penggunaan
lilin juga akan menambah kilap permukaan buah, sehingga penampakan buah akan
lebih baik.
Pengamatan yang dilakukan
meliputi bobot buah, warna, tekstur,dan aroma. Dari penimbangan bobot yang
dilakukan penyusutan bobot paling minimum terjadi pada perlakuan 2 dan
perlakuan 3. Hal ini mengindikasikan bahwa pelilinan dapat mengurangi
penyusutan bobot pada buah.
Pada buah apel, kulitas
dari buah yang di berikan perlakukan lilin + wrapping jauh lebih baik dan bagus
di bandingkan dengan beberapa perlakukan lainnya dengan tekstur yang yang tetap keras dan
segar. Sedangkan pada buah pisang, kondisi terbaiknya yakni sama dengan buah
apel yaitu teksturnya masih cukup keras walaupun aromanya mulai berubah dan
kulit telah ada yang hitam sebagian.
V.
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil ynag
didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa :
a) Buah
yang di berikan perlakukan lilin + wrapping lebih baik di bandingkan dengan
perlakukan lain.
b) Ketahanan
buah juga tergsntung pada jenis atau komoditi dari buah yang ada.
5.2
Saran
Sebaiknya, praktikum lebih
diperhatikan agar kesan terburu-buru dari pengerjaan laporan tidak terjadi dan
juga asisten lebih memperhatikan praktikannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anis,
2009. Pelilinan Wax pada Buah-buahan.
http://iwanmalik.wordpress.com. Diakses pada 10 mei 2014. Makassar.
Anonim1
.2014. Apel.
http://id.wikipedia.org/wiki/Apel
Diakses pada 10 mei 2014. Makassar.
Fitrayanti.2011.
Pelilinan. http://firahiytha.blogspot.com/2011/05/pelilinan.html Diakses pada 10
mei 2014. Makassar.
Rachmawati, Maulida. 2010. Pelapisan Chitosan Pada Buah Salak Pondoh (Salacca Edulis Reinw.) Sebagai Upaya Memperpanjang Umur Simpan
Dan Kajian
Sifat Fisiknya Selama Penyimpanan. Jurnal
Teknologi Pertanian 6(2): 45-49.
Samad, M. Yusuf. 2006. Pengaruh Penanganan Pasca Panen Terhadap Mutu Komoditas
Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 8(1): 31-36.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar